Mengulik Potensi Eduwisata di Ecovillage Suntenjaya, Dari Desa Untuk Kemajuan Indonesia


Eduwisata, gabungan dari kata edukasi dan wisata. Sesederhana arti harafiahnya yaitu kegiatan rekreasi atau wisata yang disertai aktivitas pendidikan. Berwisata tak sekedar refreshing semata, belajar pun lebih fun karena dilakukan sambil berekreasi. Eduwisata bisa diterapkan di berbagai bidang seperti agro, seni, sains, sejarah, budaya, dan sebagainya. Cakupan peminatnya luas dari segala usia, mulai anak-anak, dewasa, hingga lansia. Karena belajar itu tak mengenal usia, bukan?

Salah satu destinasi eduwisata “paket komplit” ada di sekitar Bandung, yaitu Ecovillage Suntenjaya di daerah Lembang, kabupaten Bandung Barat. Desa seluas 1456,56 hektar yang terletak di kaki gunung Bukit Tunggul ini memiliki keragaman Sumber Daya Alam (SDA) berupa hutan, beberapa mata air, kebun, pertanian, dan peternakan yang dikelola warga sebagai mata pencaharian. Nilai-nilai tradisi, keagamaan, dan seni budaya juga masih terpelihara baik ditengah penduduk desa Suntenjaya yang berjumlah sekitar 9000 jiwa. Dengan alamnya yang asri, desa Suntenjaya berkontribusi sebagai pemasok air dan oksigen untuk Bandung Raya, serta memberikan informasi cuaca terkini ke BMKG berupa tekanan udara, curah hujan, dan debit air sungai dari alat AWS (Automatic Weather System) yang dimilikinya.

Sumber: materi presentasi Ecovillage Suntenjaya

Konsep Smart Village

Masyarakat desa Suntenjaya melalukan pengelolaan alam dan lingkungannya dengan konsep smart village yang terbagi mejadi 3 bagian.
1. Smart Society, terdiri dari:
  • Pendidikan anak: diwujudkan melalui perpustakaan keliling, rumah baca, dan pembelajaran bahasa Inggris.
  • Seni, tradisi, dan budaya: melalui sanggar kesenian, olahraga tradisional, dan pelaksanaan acara keagamaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap warisan leluhur.
  • Kesehatan masyarakat: berbagai program untuk menjaga kesehatan masyarakat agar dapat beraktivitas dengan baik dan produktif.
  • Bangun pemuda dan wanita: meningkatkan peran kaum muda dan wanita di berbagai sektor.
  • Warga berdaya: bertujuan membangun warga agar mampu menata diri dan lingkungannya.
Tarian menyambut pengunjung oleh kelompok karang taruna

2. Smart Environment, terdiri dari:
  • Instrumentasi: pemanfaatan teknologi untuk optimalisasi sumber daya yang ada.
  • Tata tirta: pengelolaan air yang terintegrasi antara hutan, pertanian, dan peternakan melalui panen air hujan, pemanfaatan air bersih, hingga pengolahan limbah cair rumah tangga dan ternak untuk menghindari polusi air.
  • Sedekah bumi: penanaman secara rutin tumbuhan tegakan untuk memperkuat fungsi hutan sebagai sumber air, sekaligus pemanfaatan lahan hutan produktif dengan menanam tumbuhan tegakan bernilai ekonomi seperti kopi, jeruk, dan alpukat.
  • Olah limbah: memanfaatkan limbah ternak, pertanian, dan rumah tangga menjadi pupuk dan pakan ternak agar tidak mengotori lingkungan.
  • Riset: dilakukan secara mandiri maupun didukung oleh mitra strategis untuk eksplorasi tanaman dan ternak yang lebih baik.
3. Smart Economy, terdiri dari:
  • Pertanian, peternakan, dan perikanan terintegrasi, yang diharapkan lebih efektif karena minim limbah dan mampu menekan biaya kerja, namun bisa meningkatkan kualitas panen dengan tetap menjaga tatanan alam dan masyarakat.
  • Industri desa: meningkatkan nilai ekonomi dari hasil panen kebun dan peternakan dengan diolah menjadi produk hilir.
  • Wisata desa: berbasis sumber daya lokal yang bersifat edukatif dan partisipatif
  • Kemitraan strategis: kerja sama dengan berbagai pihak untuk riset, pelatihan, hingga hibah kebutuhan produktif.
Kiri: Kang Gunawan, tokoh penggerak Ecovillage Suntenjaya; kanan: kegiatan sedekah bumi


Gunawan Azhari, akrab disapa Kang Gunawan, seorang pegiat lingkungan yang merupakan tokoh penggerak Ecovillage Suntenjaya menuturkan bahwa terwujudnya smart village ini telah melalui proses panjang. Masyarakat yang semula abai terhadap lingkungan kini telah berubah pola pikirnya jadi memiliki kesadaran menjaga kelestarian alam. Salah satu contoh penerapan sistem pertanian dan peternakan terintegrasi adalah pengolahan limbah kotoran ternak dengan metode vermicomposting menjadi pupuk organik untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam bercocok tanam. Sebaliknya limbah dari pertanian dan perkebunan dapat diolah menjadi pakan ternak dan dikompos menjadi pupuk organik. Cara ini menguntungkan secara ekonomi dengan menghemat biaya pupuk dan pakan ternak, sekaligus tidak mengotori lingkungan karena tanpa limbah (zero waste).

Produk olahan hasil industri desa

Eduwisata di Suntenjaya

Suntenjaya telah ditetapkan sebagai desa wisata oleh pemerintah setempat, namun masyarakatnya memilih tidak menjalankan wisata konvensional. Setelah melalui berbagai pertimbangan dan musyawarah diantara warga, akhirnya disepakatilah konsep eduwisata. Kang Gunawan menceritakan bahwa ide awal dan perencanaan sudah dimulai sejak tahun 2013, namun baru di tahun 2016 memulai action meski ada benturan atau penolakan dari warga yang tidak setuju, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), serta minimnya support dari pemerintah maupun swasta.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat kian menyadari dan merasakan bahwa eduwisata memberi dampak sosial dan lingkungan hidup yang positif yaitu bisa meningkatkan perekonomian tanpa mengubah keseharian penduduk, dan yang terpenting tetap mempertahankan keasrian alam. Support pun terus berdatangan baik dari perusahaan swasta, komunitas, dan yayasan, serta tentunya pihak pemerintah diantaranya dari Dinas Lingkungan Hidup, PUPR, Pariwisata, dan Koperasi. Bentuk dukungannya terutama berupa pemberian informasi, pelatihan, dan pembinaan sehubungan dengan kegiatan eduwisata.

Hamparan perkebunan ditengah alam yang asri di Ecovillage Suntenjaya

Bermodalkan SDA dan SDM yang mumpuni, bukan berarti pelaksanaan eduwisata di Ecovillage Suntenjaya otomatis selancar jalan tol. Diakui Kang Gunawan, masih banyak hambatan dan kekurangan yang dihadapi sekarang ini, diantaranya;
  • Akses menuju desa masih kurang baik. Meskipun lokasinya tidak jauh dari kota Bandung, tetapi jalan menuju desa tergolong sempit, berkelok-kelok dengan tanjakan/turunan curam, serta banyak jalan yang rusak. Hal ini akan menyulitkan jika ada rombongan besar yang menggunakan kendaraan besar seperti bus.
  • Kekurangan pada infrastruktur desa untuk pelayanan pengunjung, contohnya belum ada toilet umum, juga jalan menuju saung/pos yang dikunjungi masih banyak berupa tanah yang akan licin di musim hujan.
  • Kekurangan di bidang digital, utamanya karena masalah signal/sambungan internet yang belum merata di seluruh desa. Hal ini berimbas terhambatnya digitalisasi untuk mendukung pembangunan desa, termasuk eduwisata.
Tak ingin terhenti oleh hambatan yang menghadang, masyarakat Suntenjaya sepakat untuk terus melangkah maju bahkan menjadikan hambatan tersebut sebagai pemacu semangat agar dapat mewujudkan eduwisata berkelanjutan demi memajukan desa.

Kedepannya, konsep eduwisata ini ingin dibuat lebih kompleks menjadi eco edu techno sehingga lebih banyak yang bisa disajikan kepada pengunjung, lebih banyak pengetahuan yang bisa dibagikan, dengan tujuan menjangkau kalangan yang lebih luas untuk berkunjung ke Ecovillage Suntenjaya. Untuk mewujudkannya, telah disusun rencana kerja yang terbagi berdasarkan jangka waktu pelaksanaan.
  • Jangka pendek: menyatukan seluruh masyarakat desa Suntenjaya agar kompak bersatu dengan visi misi yang sama dalam pelaksanaan eduwisata. Kesepakatan sudah tercapai di kalangan warga, tinggal mengoordinasikan pembagian peran masing-masing, misalnya bagian keamanan, administrasi, pemandu wisata, dsb.
  • Jangka menengah: membangun infrastruktur yang diperlukan untuk memberi pelayanan lebih baik bagi pengunjung (toilet umum, ketersediaan signal) dan membuat klasifikasi pengunjung
  • Jangka panjang: menjadikan eduwisata semakin maju tanpa menggeser atau meninggalkan mata pencaharian utama penduduk (petani, peternak, pedagang), serta bisa mendapatkan lebih banyak bantuan baik dari pemerintah maupun swasta untuk mendukung keberlangsungan eduwisata demi terjaganya kelestarian Ecovillage Suntenjaya dengan 4 pilarnya yaitu ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan spiritual.
Dari semua aspek berupa kekayaan SDA, pengelolaan terpadu, SDM yang kompak dan berdaya, ditambah rencana kerja yang terus digarap, terlihat besarnya potensi eduwisata di Ecovillage Suntenjaya untuk kemajuan desa secara menyeluruh. Tidak hanya peningkatan perekonomian semata, melalui eduwisata masyarakat bisa meng-upgrade diri lewat saling bertukar ilmu dan pengalaman dengan pengunjung yang datang. Masih banyak hal yang dapat dikembangkan, maupun peluang yang dapat dijajaki dari eduwisata di Suntenjaya, contohnya:
  • Program eduwisata bisa dibuat paket-paket berdasarkan minat, usia, musim, atau jumlah peserta agar lebih menarik sekaligus bisa menglasifikasi pengunjung yang datang.
  • Produk-produk hasil industri desa ditingkatkan pemasarannya secara digital lewat sosial media dan marketplace agar dikenal lebih luas, sekaligus membuka peluang mempromosikan eduwisata. Pengunjung yang sudah pernah datang bisa berlangganan membeli produk lewat toko online, sedangkan yang awalnya berbelanja online bisa jadi tertarik berkunjung ke Suntenjaya.
  • Menambah pelatihan yang mendukung digitalisasi, seperti pelatihan komputer, desain grafis, dan digital marketing agar dapat memperluas promosi eduwisata secara digital. Pelatihan bisa dilakukan dari warga untuk warga, kursus secara daring, atau menjaring sukarelawan dari peserta eduwisata yang pernah berkunjung jika ada yang memiliki kompetensi sesuai.
  • Peluang kerja sama saling menguntungkan, semisal menyediakan eduwisata sebagai sarana riset atau studi banding untuk institusi pendidikan, bisa dibarter dengan pemberian beasiswa pendidikan bagi warga desa.
Tentunya masih banyak hal-hal positif dan membangun lainnya yang bisa digali, dikembangkan, dan diambil manfaatnya dari pelaksanaan eduwisata di Suntenjaya.


Ecovillage Suntenjaya adalah gambaran smart village kekinian yang sukses memajukan perekonomian desanya sambil merawat alam tetap asri dan lestari. Desa maju dan mandiri seperti ini layak menjadi percontohan bagi desa-desa lain di seluruh Indonesia, sejalan dengan program pemerintah menggenjot pembangunan desa agar masyarakatnya tak lagi beramai-ramai urbanisasi ke kota. Indonesia memiliki wilayah luas yang tersebar di ribuan pulau, oleh karena itu kemajuan pembangunannya tidak dapat dilihat dari beberapa pulau atau wilayah tertentu saja. Jika satu-persatu desa di Indonesia berhasil maju, bisa dipastikan seluruh negeri pun akan maju secara merata.

Berawal dari satu desa, bisa memberi kontribusi untuk kemajuan Indonesia.
Indonesia maju, yakin pasti bisa!

Comments

Popular Posts