Cerita Perburuan Bakmi Di Kota Sendiri

Berjalan kaki menjelajahi Jakarta, kota kelahiran dan tempat tinggal saya, mungkin tidak akan terpikirkan jika dilakukan sendirian. Beruntung, secara kebetulan saya menemukan komunitas Jakarta OnFoot, yaitu sekumpulan orang-orang yang suka berjalan kaki menjelajahi ibukota tercinta. Tidak ada jadwal yang pasti/rutin untuk kegiatan komunitas ini, oleh karena itu jika Anda berminat bergabung bisa memantau jadwal mereka melalui Twitter @jktonfoot.

Keikutsertaan perdana saya dengan komunitas ini pada acara bertajuk "Noodle Tour On Foot", menarik ya, berburu bakmi? Saya mengetahui acara ini cukup mendadak, hanya sehari sebelumnya, namun langsung memutuskan ikut serta karena penasaran dengan tema acara maupun komunitasnya sendiri.



Demikianlah pada hari yang ditentukan, hari Sabtu pagi jam 8 tepat saya sudah hadir di halte bus Transjakarta Olimo (Koridor 1 jurusan Blok M-Kota) yang disepakati sebagai tempat kumpul peserta. Tak ada seorang pun yang saya kenal, karena teman yang memberi informasi mengenai acara ini justru tidak muncul pada hari H. Ah, nggak masyalaaahh!! Justru saya akhirnya malah mendapat teman-teman baru. Peserta tour jalan kaki kali ini tergolong banyak, sekitar 30 orang dari berbagai latar belakang. Termasuk dalam rombongan ada 2 orang warga negara Polandia yang baru saja menyabet juara 2 Bromo Full Marathon dan juara 3 Bromo Half Marathon. Wow.. tentunya rute jalan-jalan di kota seperti ini terasa amat ringan bagi mereka.

Pembukaan acara berupa perkenalan singkat sesama peserta dan sedikit briefing dari panitia, kemudian rombongan langsung bergerak menuju lokasi pertama yang letaknya tidak terlalu jauh (menurut panitianya, ya..). Apakah benar tidak jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki? Well, itu tergantung "kekuatan" Anda berjalan kaki! *grin*


BAKMI KEMURNIAN 
(d/h Bakmi Gg. Mangga)
Jl. Kemurnian IV, Gajah Mada, Jakarta


Lokasinya terletak di Jalan Kemurnian IV, tepatnya di Gang Mangga, maka warung bakmi ini dulunya lebih terkenal dengan sebutan Bakmi Gang Mangga. Memasuki resto, terlihat meja-meja kayu panjang dan bangku plastik sederhana yang mengisi ruangan. 



Di belakang ruang makan terletak dapur berkonsep open kitchen dengan jendela kaca besar. Melalui jendela ini pengunjung dapat melihat seluruh bagian dapur dan menyaksikan sang pemilik meracik menu bakmi. Meskipun resto ini terkesan "jadul" tetapi dapurnya jauh dari kesan "seadanya" dan tergolong modern, serta yang penting bersih dan teratur. Kondisi keseluruhan restonya pun bersih dan nyaman karena sudah dilengkapi pendingin ruangan -sesuatu yang sangat penting ada di daerah utara Jakarta yang terkenal panas, apalagi di siang hari!

Menurut Bapak Alex sang pemilik, warung bakmi ini sudah beroperasi lebih dari 60 tahun dan beliau merupakan pemilik generasi kedua yang menjalankannya. Menu yang tersedia hanya bakmi saja, dengan dua pilihan topping yaitu daging ayam dan babi. 


Bakmi Ayam (IDR 24k)
Bakmi home made dan dimasak pada tingkat kematangan yang pas, bentuknya tidak terlalu tipis/halus, keriting, dengan tekstur agak kenyal tetapi enak. Bakmi disajikan kering tidak berkuah dengan topping daging ayam cincang dan sawi hijau rebus, sedangkan kuah kaldu disajikan terpisah dalam mangkuk kecil. Daging ayam yang dicincang kasar sudah dimasak sehingga warnanya sedikit kecoklatan dan tentu tidak hambar. Kuah kaldunya gurih namun dibuat tidak terlalu asin sehingga light dan pas jika dicampurkan dengan mie.




Bakmi Babi (IDR 24k)
Sama seperti bakmi ayam, disajikan kering di mangkuk dengan topping daging babi dan sawi hijau, plus kuah kaldu di mangkuk kecil terpisah. Topping daging babi cukup banyak, dimasak dengan sedikit bumbu sehingga berwarna kecoklatan (seperti pada daging ayam) dan dagingnya sudah ada rasanya tidak hambar. Cincangan cukup halus (atau mungkin digiling), bumbunya meresap ke daging, dan bagusnya tidak banyak daging yang berlemak sehingga saya bisa menikmatinya. Kalau boleh jujur, bakmi babi ini lebih harum dan yummy dari bakmi ayamnya... 

Pelayanan di sini baik dan cepat, staff sigap dan terlihat sudah terbiasa menangani banyak pembeli saat resto sedang ramai. Rombongan kami tidak perlu menunggu terlalu lama hingga makanan tersaji. Peralatan makan beserta bumbu pelengkap sudah tersedia di meja sehingga dapat kita tambahkan sendiri sesuai selera. Harga makanan tergolong wajar dan sesuai untuk seporsi bakmi dengan topping daging yang cukup banyak, dan yang terpenting rasanya enak. Recommended!


Beranjak menuju tempat berikutnya, kami sempat melewati sebuah vihara dan masuk sedikit ke halaman depannya sebagai jalan pintas ke tujuan kami. "Sambil menyelam minum air", selain mempersingkat perjalanan masih dapat bonus bisa melihat-lihat vihara meskipun hanya sekilas.



Vihara Dharma Bakti
Area vihara tergolong agak luas untuk ukuran kawasan Glodok yang padat. Bangunannya terlihat masih terawat meskipun sudah lama berdiri. Di hari Sabtu pagi tampak vihara ini sudah cukup ramai dikunjungi umat yang hendak berdoa. 







Cukup menarik bisa melihat bagian luar vihara, meskipun sebenarnya saya ingin juga melihat bagian dalamnya (tetapi saat itu tidak memungkinkan). Lain kali saya harus kembali lagi untuk mengeksplorasi Vihara Dharma Bakti secara keseluruhan.




Pintu tembus dari vihara mengantarkan kami ke Jalan Kemenangan yang lebih dikenal sebagai Petak Sembilan. Area ini sangat ramai, jalanannya berubah menjadi pasar yang dipadati aneka pedagang dengan "komoditi" masing-masing. Sudah tentu kurang nyaman, karena kita tidak bisa berjalan dengan leluasa, bahkan di beberapa titik kadang harus berdesakan, baik dengan sesama pejalan kaki maupun kendaraan roda dua yang melintas. Ya, restoran bakmi berikutnya memang berada dalam area keramaian ini. Adakah yang istimewa dari bakminya? Kita coba saja!

BAKMI LONCAT "ELDA"
Jl. Kemenangan Raya (Petak IX) No. 29 B2, Jakarta
Tel. +6221 92770962, 0812 816 1441



Restoran menempati bangunan seperti ruko tiga lantai yang kelihatannya masih terbilang baru. Bagian halaman depan terlihat "penuh" dan sibuk karena berfungsi sebagai dapur, dimana bahan-bahan dimasak, sampai tempat meracik mie. Masuk ke dalam resto, suasananya tak kalah padat. Meja panjang dengan deretan bangku plastik ala di warung, plus di bagian belakang masih ada tempat mengolah makanan lagi, khususnya yang dikukus. Rombongan langsung diarahkan ke lantai 2 karena jumlah kami cukup banyak dan di lantai 1 sedang agak ramai pengunjung. Ruangan lantai 2 pun tidak terlalu lapang, namun khusus hanya sebagai tempat makan dengan meja panjang dan bangku plastik yang sama seperti di bawah. Tak sampai menunggu lama, hidangan berdatangan. Di tempat ini kami mulai sharing ramai-ramai karena kapasitas perut yang sudah berkurang.



Bakmi Ayam (IDR 16k)
Mie kuning terlihat "biasa", seperti mie pada umumnya, namun dimasak pada kematangan yang pas, masih kenyal tapi empuk. Seperti terlihat pada meja preparation di bagian luar, mie sudah dicampur dengan minyak dan kecap asin sehingga rasanya tidak hambar. Di bagian atasnya ditabur topping daging ayam cincang berbumbu dan potongan sawi hijau (caisim) rebus. Kuah kaldu bening disajikan di mangkuk kecil terpisah, terasa light namun aroma kaldunya enak.






Bakmi Babi (IDR 16k)
Tidak berbeda dengan bakmi, hanya topping di atas mie diganti daging babi. Seperti biasa, bakmi babi lebih harum semerbak di hidung saya. Daging cincang yang sudah dimasak kecoklatan terasa empuk dan masih juicy, dengan bumbu yang rasanya pas berpadu dengan bakmi. Kalau saya bandingkan, sepertinya topping daging babi lebih banyak daripada daging ayam, padahal harga per porsinya sama, lho! *smirk*


Bakso Babi Goreng (IDR 5,5k/pc)
Sesuatu yang digoreng biasanya lebih menarik perhatian dan selera saya untuk mencicipi. Benar saja, sekali suap, saya jatuh cinta dengan bakso gorengnya yang memang lezat. Tekstur kulit luarnya masih crunchy karena memang baru digoreng, dan bagian dalamnya empuk mudah digigit. Ketika turun ke lantai 1 untuk keluar, saya melihat lagi bola-bola bakso yang baru selesai digoreng. Aha, bungkus!! Dan demikianlah enam buah bakso babi berpindah ke tangan saya untuk dinikmati nanti di rumah. Yummm...





Rombongan kembali melangkahkan kaki ke “sasaran” selanjutnya. Kali ini sedikit lebih jauh jarak tempuh kami, hingga sampailah di sebuah restoran yang disebut-sebut sebagai pelopor lomie khas Pinangsia berkuah coklat kental bening (bukan kuah putih keruh seperti lomie pada umumnya). Di kemudian hari memang ada restoran atau warung lain menggunakan nama Lomie Pinangsia dan meniru kuah coklat seperti ini, namun jika ingin mencicipi cita rasa yang asli tentu kita harus mencoba dari pelopornya.

LOMIE "AMEN" PINANGSIA 
Jl. Pinangsia I No. 19 Mangga Besar, Jakarta
Tel. +6221 6280 489

Tempatnya sangat sederhana, bangunannya terlihat sudah lama, tetapi di dalamnya cukup bersih dengan meja-kursi makan yang sederhana pula. Dapur tempat meracik makanan berada di bagian depan dengan pembatas kaca yang fungsinya jadi seperti etalase. Setiap pengunjung yang datang pasti akan melewati bagian dapur ini sebelum masuk dan duduk di ruang makan. Dapurnya memang tidak bisa disebut rapi ala restoran, lebih seperti dapur di rumah biasa, tetapi tergolong bersih. Sang pemilik yaitu Bapak Amen langsung turun tangan meracik lomie dibantu karyawan atau anggota keluarganya.


Pelayanan di restoran yang dikelola oleh keluarga ini tidak mengecewakan. Ketika customer datang dan duduk, langsung ditanya ingin pesan makanan dan minuman apa. Sejenak menunggu, minuman sudah diantarkan, dan tak lama kemudian lomie pun terhidang. Baik anggota keluarga maupun karyawan semuanya sigap dan cekatan melayani customer, terlihat mereka sudah biasa melayani banyak orang saat restoran ramai. Menu utama di sini hanya lomie saja, dengan pilihan memakai daging babi, ayam, atau campuran keduanya. Daging babi panggang dan ayam rebus yang akan dijadikan topping sudah tersedia di dapur, jadi jika customer ada special request ingin bagian daging tertentu bisa minta langsung saat memesan.



Lomie Ayam (IDR 40k)
Saya bersama beberapa teman sepakat sharing lagi, dengan jumlah anggota yang lebih banyak. Kami memilih topping daging ayam karena beberapa di antara kami tidak makan daging babi. Porsi lomie cukup besar, berisi mie, sayuran, topping daging, dan kuah coklat bening yang terlihat kental. Bentuk mie agak tebal dan teksturnya firm, tetapi tidak terlalu kenyal. Sayuran berupa bayam dan tauge yang direbus sebentar terasa masih "crunchy" dengan tingkat kematangan pas. Topping daging ayam yang diberikan cukup generous, dan saya senang sekali karena mendapat daging bagian dada yang empuk dan tebal. Tak ketinggalan taburan bawang merah goreng yang renyah menambah rasa dan tekstur hidangan, menjadikannya lengkap dan lebih sedap.


Semua komponen tersebut disiram kuah coklat bening yang sepintas terlihat sangat kental. Setelah diaduk beberapa saat, ternyata kuahnya tidak sekental kelihatannya, dan yang lebih penting rasanya enak sekali! Ini melebihi ekspektasi saya pribadi, karena biasanya saya tidak suka kuah lomie yang putih keruh agak kental. Kuah coklat ini rasanya balance dan ada seberkas aroma jeruk limau yang menjadikannya segar, tidak membuat eneg.

Puas dan senang bisa makan Lomie Pinangsia di tempat aslinya, langsung diracik oleh pemiliknya sendiri pula. Meskipun tempatnya sederhana dan cukup jauh dari keramaian, semuanya terbayar dengan cita rasa lomie yang istimewa. Tidak heran jika restoran lomie yang sudah beroperasi sejak tahun 1945 ini tetap eksis hingga sekarang, bahkan sudah membuka cabang di Eat & Eat, Mall Kelapa Gading 5.



Tujuan terakhir “perburuan” kami adalah sebuah restoran bakmi legendaris yang sudah ada sejak tahun 1928. Wow, it must be a legend!

BAKMI YONG YAM
Jl. Mangga Besar Raya No. 116A, Mangga Besar, Jakarta
(Depan RS Husada)
Tel. +6221 6281034

Terletak di tepi jalan Mangga Besar Raya yang selalu ramai, Bakmi Yong Yam berada di seberang RS Husada, namun kita harus sedikit cermat untuk menemukan papan nama resto yang tergolong kecil di antara jajaran ruko, hotel, dan kantor di sepanjang jalan. Restoran tidak besar, kira-kira dapat menampung 35-40 orang saja, berpenampilan sederhana dengan dinding, langit-langit, dan lantai berwarna putih serta meja kursi makan berbahan plastik. Pelayanan ramah dan sigap, makanan dan minuman terhidang cukup cepat meskipun saat itu kami datang dalam jumlah cukup banyak. Meskipun Bakmi Yong Yam menyebut dirinya sebagai warung, namun kebersihannya terjaga baik. Setidaknya para waitress dengan cekatan membersihkan meja kotor agar bisa segera ditempati oleh customer berikutnya.

Menu yang tersedia tidak terlalu banyak, terutama bakmi dikombinasikan dengan bakso dan pangsit. Selain bakmi keriting, tersedia pilihan bihun, kwetiaw, dan lochupan. Bakmi Yong Yam sendiri ada 3 jenis, yaitu Bakmi Yong Yam Biasa, Special, dan Jumbo. Bedanya, Yong Yam Jumbo baik topping dan mie-nya lebih banyak dari Yong Yam Biasa, sedangkan Yong Yam Special hanya toppingnya saja yang lebih banyak. Semuanya enak, tinggal disesuaikan saja dengan selera dan keinginan kita. 

Bakmi Yong Yam Spesial Babi (IDR 22k)
Terdiri dari mie keriting, sawi hijau dan tauge rebus, udang rebus, potongan daging ayam masak kecap, pangsit isi, dan daging babi cincang. Sebagai pelengkap, kuah kaldu disajikan terpisah dalam mangkuk kecil. 



Bakmi keriting di sini lebih halus teksturnya, tidak sekenyal bakmi keriting pada umumnya, dan saya justru lebih suka mie yang seperti ini. Bakminya sudah diaduk dengan minyak berbumbu sehingga tidak hambar, namun tidak sampai terlalu berminyak. Udang hanya direbus tanpa bumbu, terlihat segar dengan warna yang cantik dan tingkat kematangan tepat. Daging ayam dicincang kasar, dimasak dengan kecap hingga berwarna coklat dan rasanya dominan manis. Pangsit isi disajikan kering bersama mie, namun jika suka bisa dicelupkan ke kuah saat masih panas sehingga menjadi pangsit rebus. 

Topping paling khas yang membedakan dari tempat lain adalah daging babi cincang yang sudah dibumbui dan dikukus menjadi satu adonan besar, lalu disajikan dalam potongan-potongan tipis. Dagingnya empuk dan tidak terlalu banyak bagian berlemak, serta bumbunya tidak terlalu menonjol dengan rasa asin yang samar, menjadikan topping ini pas melengkapi keseluruhan rasa bakmi jika dimakan semuanya sekaligus. Jika dinilai dari harganya, IDR 22k untuk mie berisi daging ayam, babi, dan udang rasanya sangat sesuai dan terjangkau.

Bakmi Yong Yam Spesial Ayam (IDR 22k)
Bagi yang tidak makan daging babi, jangan khawatir karena bisa special request tanpa topping daging babi dan tanpa pangsit yang rupanya berisi daging babi pula. Sebagai gantinya akan ditambah udang dan potongan ayamnya lebih banyak. Dengan komposisi yang sama, rasanya tidak jauh berbeda dengan bakmi babi, sama-sama enak!



Es Jeruk Sonkit (IDR 5k)
Minuman khas yang tak boleh dilewatkan. Rasa asam dan aroma jeruk sonkit ini terasa berbeda dari jeruk lainnya. Warnanya kuning pucat memang terlihat kurang menarik, namun rasa asam manisnya pas dan segar sekaliii! 

Saya pribadi puas makan di Bakmi Yong Yam. Rasa makanan yang enak, pelayanan baik dan cepat, serta harga yang terjangkau pastinya membuat ingin kembali lagi menikmati bakmi ala Singkawang nan legendaris ini.



Perburuan bakmi berakhir di sini, dengan perut kenyang dan hati senang, meski lelah tetap terasa usai berjalan kaki sejak pagi. Dalam perjalanan pulang saya pun terpikir... akan lebih nyaman jika eksplorasi bakmi tadi dijalani dengan mobil. Sekalipun telah terbiasa dengan berbagai moda angkutan umum hingga berjalan kaki, bukan berarti saya menolak kenyamanan. Di tengah kepadatan lalu lintas ibukota yang tak kenal kompromi plus matahari yang terik berseri, alangkah nikmatnya jika saya berada di dalam sebuah mobil yang nyaman dan mumpuni. Mobil apa, ya?

Talking about a dream car... 
Saya punya kebiasaan yang agak “berbeda” untuk urusan mobil. Saya bisa jatuh cinta pada suatu mobil hanya karena tampilan bagian belakangnya. Iya, demikianlah kebiasaan itu sudah berlangsung sejak saya kecil. Tak peduli merk maupun harganya, bukan berarti mobil mahal selalu bagus di mata saya, pun mobil dengan harga ekonomis bisa menjadi favorit saya jika “tampilan belakang” nya mempesona.

Itulah si Toyota AGYA!



Sejak pertama melihatnya berseliweran di jalan, bagian belakangnya pasti jadi perhatian utama, dan saya suka! Desain lampu, jendela belakang, pintu bagasi, hingga penempatan knalpotnya terlihat serasi dan balance dengan body mobil itu sendiri. Tampilannya yang rapi, tidak neko-neko, justru terkesan stylish dan elegan. Jika bagian belakangnya sudah lolos screening, desain keseluruhan mobil pun biasanya oke. Seperti halnya Toyota Agya yang menampilkan karakteristik city car berdesain compact, dinamis, dan modern -cocok untuk berkendara di kota besar yang sibuk.


Ini bagian belakangnya, keren 'kan?
Kata orang, “Don’t judge a book by its cover”, berlaku juga bagi Toyota Agya. Selain eksterior menawan, interiornya tak kalah menjanjikan dengan kabin dan bagasi luas untuk ukuran city car, audio system keren, serta berbagai fitur menarik seperti power window, electric mirror, dan air fresh lever. Untuk segi keamanan, Dual SRS Air Bag dan Body Force Reinforcement menjadi nilai lebih Toyota Agya yang belum tentu didapat pada mobil lain di kelasnya. Berkendara di Jakarta sering macet takut boros bahan bakar? Jangan khawatir, karena Toyota Agya menggunakan sistem Electronic Fuel Injection (EFI) yang menjadikannya hemat bahan bakar, amaaann...






Di atas segala kelebihan tersebut, bagi saya pribadi, urusan harga masih menjadi penentu pilihan terpenting. Dengan nama besar Toyota sebagai pabrikan ternama di dunia, ternyata Toyota Agya ditawarkan dengan harga yang sangat masuk akal! Masih kurang yakin dengan spesifikasi Toyota Agya? Yuk, silakan disimak detailnya disini.

Beberapa kerabat dekat saya merupakan pengguna setia merk Toyota, mulai dari Avanza, Innova, hingga Camry dan Alphard. Sepertinya seru kalau saya punya Toyota Agya, karena keluarga saya belum ada yang memakainya. Mobil keren, performa mantap, hemat BBM, lincah dan nyaman, that’s all I need. Sekalipun harus blusukan ke jalan sempit tidak perlu khawatir dengan city car lincah ini. Pastinya acara kuliner keliling Jakarta saya akan lebih menyenangkan. Tidak menutup kemungkinan jadi lebih leluasa pula merambah luar kota untuk berkuliner!
Red Agya, my dream car!

Ini impian perjalanan kuliner saya bersama Toyota Agya. Bagaimana dengan Anda?
Dream big, because I believe to the power of the dream.

Comments

  1. Kebayang kenyangnya nyobain macam-macam mie.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Mba, untungnya di-sharing beramai-ramai jadi masih muat walaupun tetap kenyang juga hehehe... Terima kasih sudah mampir ke blog ini ya, Mba..

      Oh iya, kalau suka kopi, nanti bisa ikutan giveaway di blog ini.. tungguin posting di blog atau bisa follow IG/Twitter saya @missnl untuk mendapat update-nya ya Mba..
      Thanks

      Delete

Post a Comment

Popular Posts